Aji saka
Minggu, 31 Maret 2013
Sabtu, 16 Februari 2013
Aji saka
Aji Saka: Asal Mula Huruf Jawa
Jawa Tengah – Indonesia
Alkisah, di Dusun Medang Kawit, Desa Majethi, Jawa Tengah,
hiduplah seorang pendekar tampan yang sakti mandraguna yang bernama Aji Saka.
Ia mempunyai sebuah keris pusaka dan serban sakti. Selain sakti, ia juga rajin
dan baik hati. Setiap orang yang melihatnya pastilah tertarik kepadanya.
Ia juga seorang anak yang sangat berbakti
kepada orang tuanya Ia senantiasa membantu ayahnya bekerja di ladang, dan
menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Ke mana pun pergi, ia
selalu ditemani oleh dua orang abdinya yang sangat setia menemaninya bernama
Dora dan Sembada.
Pada suatu hari, Aji Saka meminta izin kepada ayahnya untuk
pergi mengembara bersama Dora. Sementara, Sembada ditugaskan untuk membawa dan
menjaga keris pusaka miliknya ke Pegunungan Kendeng.
“Hai Sembada! Bawa keris pusaka ini ke Pegunungan Kendeng.
Kamu harus menjaganya dengan baik dan jangan berikan kepada siapa pun kecuali
sampai aku sendiri yang mengambilnya,Ingat baik-baik perkataanku ini Sembada!”
pesan Aji Saka kepada Sembada.
“Baik, Tuan! Saya berjanji akan menjaga dan merawat keris
pusaka Tuan,dan tidak akan saya berikan kepada siapapun!” jawab Sembada.
Setelah itu, berangkatlah Sembada ke arah utara menuju
Gunung Kendeng, sedangkan Aji Saka dan Dora berangkat mengembara menuju ke arah
selatan. Mereka hanya berjalan kaki saja dan tidak membawa bekal pakaian
kecuali yang melekat pada tubuh mereka.
Setelah setengah hari berjalan, sampailah mereka di sebuah
hutan yang sangat lebat. Ketika akan melintasi hutan tersebut, tiba-tiba Aji
Saka mendengar teriakan seorang laki-laki meminta tolong dan Aji Saka langsung
berhenti.
“Tolong...!!! Tolong...!!! Tolong aku!!!” demikian suara itu
terdengar.
Mendengar teriakan itu, Aji Saka dan Dora segera menuju ke
sumber suara tersebut. Tak lama kemudian, mereka mendapati seorang laki-laki
paruh baya sedang dipukuli oleh dua orang perampok.
“Hei apa-apaan ini, hentikan perbuatan kalian sekarang juga!”
seru Aji Saka.
Kedua perampok itu tidak menghiraukan teriakan Aji Saka.
Mereka tetap memukuli laki-laki itu terus menerus hingga lelaki tersebut
kesakitan dan bercucuran darah di tubuhnya. Melihat tindakan kedua perampok
tersebut , Aji Saka pun naik pitam. Dengan secepat kilat, ia melayangkan sebuah
tendangan keras ke kepala kedua perampok tersebut hingga tersungkur ke tanah
dan tidak sadarkan diri.
Setelah itu, ia dan abdinya segera menghampiri laki-laki itu
dan megobati luka laki-laki korban perampokan itu.
“Terima kasih nak atas pertolongannya,kamu siapa?dan
darimana kamu berasal?”Tanya lelaki itu
“sama-sama, Pak! Saya Aji Saka dari dusun Medang kawit dan
ini Dora Kalau boleh kami tahu, Bapak dari mana dan kenapa berada di tengah
hutan ini sendirian saja?” tanya Aji Saka dengan herannya.
Lelaki paruh baya itu pun bercerita kepada Aji Saka bahwa
dia adalah seorang pengungsi dari Negeri Medang Kamulan yang sedang mencari
tempat berlindung. Ia mengungsi karena raja di negerinya yang bernama Prabu
Dewata Cengkar suka memakan daging manusia yang tidak lain juga rakyatnya
sendiri
. Setiap hari ia memakan daging seorang manusia yang
dipersembahkan oleh Patihnya yang bernama Jugul Muda. Karena takut dimangsa
Prabu Dewata Cengkar, sebagian rakyat mengungsi secara diam-diam ke daerah lain
dan kebetulan lelaki itu sedang mengungsi di Hutan ini.
Aji Saka dan abdinya tersentak sangat kaget dan heran
mendengar cerita laki-laki tua yang baru saja ditolongnya itu.
“Bagaimana itu bisa terjadi, Pak bukankah prabu Dewata
Cengkar juga seorang manusia biasa?” tanya Aji Saka dengan sangat antusiasnya.
“Iya Dia memang manusia biasa tetapi Begini, Tuan! Kegemaran
Prabu Dewata Cengkar selama ini memakan daging manusia bermula ketika seorang
juru masak istana yang secara tidak sengaja mengiris jarinya, lalu potongan
jari juru masak itu masuk ke dalam sup yang akan disajikan untuk sang Prabu. Rupanya,
beliau sangat menyukai sup buatan juru masak itu. Sejak itulah sang Prabu
menjadi senang makan daging manusia dan sifatnya pun berubah menjadi bengis,”
jelas lelaki itu .
Mendengar pejelasan
itu, Aji Saka dan abdinya memutuskan untuk pergi ke Negeri Medang Kamulan
menuju ke istana Prabu Dewata Cengkar. Ia ingin sekali menolong rakyat Medang
Kamukan dari kebengisan Prabu Dewata Cengkar.
Setelah sehari semalam berjalan keluar masuk hutan melewati
berbagai rintangan, menyebarangi sungai, serta menaiki dan menuruni bukit,
akhirnya sampailah mereka di kota Kerajaan Medang Kamukan yang rakyatnya sedang
kalang kabut dengan perilaku rajanya.
Suasana kota itu tampak sepi. Kota itu bagaikan kota mati.
Tak seorang pun yang terlihat lalu lalang di jalan,tak ada aktivitas rakyat
sedikitpun terlihat di kota ini. Semua pintu rumah tertutup rapat. Para
penduduk tidak mau keluar rumah, ada juga rumah yang sudah tak berpenghuni
karena rakyatnya sudah bertebaran keluar daerah untuk mengungsi karena takut
dimangsa oleh sang Prabu yang sangat kejam dan seenak hatinya itu sendiri.
Ditengah kesepian kota itu terjadilah perbincangan singkat
antara Aji Saka dan abdinya yang senantiasa setia padanya
“Apa yang harus kita lakukan saat ini, Tuan?” tanya Dora.
“Kamu tunggu di luar saja Dora! Biarlah aku sendiri yang
masuk ke istana ini menemui Raja bengis itu,” jawab Aji Saka dengan tegas
dengan wajah yang tampak tenang.
“Baik Tuan ,akan saya tunggu hingga Tuan keluar dari
sini”jawab Dora
Dengan gagahnya pemuda tampan itu berjalan menuju ke istana
tanpa ada perasaan ragu sedikitpun dirasanya. Memang pada saat itu suasana di
sekitar istana tampak sepi tak nampak batang hidung seorang pun. Hanya ada
beberapa orang pengawal yang sedang mondar-mandir di depan pintu gerbang istana
menjaga seseorang yang akan melewati gerbang istana.
“Berhenti, Anak Muda !” cegat salah seorang pengawal kerajaan
ketika Aji Saka berada di depan pintu gerbang istana. Lalu Aji saka
menghentikan langkahnya karena mendengar teriakan pengawal tersebut.
“Kamu siapa,darimana dan apa tujuanmu datang kemari?” tanya pengawal
itu.
“Saya Aji Saka dari Medang Kawit ingin sekali bertemu dengan
sang Prabu saat ini,dan tolong perkenankan Saya masuk Saya mohon Tuan ” jawab Aji Saka dengan memohon kepada
pengawal tersebut.
“Hai, Anak Muda! Pikirlah sekali lagi Apakah kamu yakin
tidak akan takut dimangsa sang Prabu, sedangkan rakyat yang lain saja sudah
lari terbirit-birit karena takut dimakan oleh sang prabu?” sahut seorang
pengawal yang lain.
“Ketahuilah,Tuan-Tuan! bahwa Tujuan saya datang kemari
memang untuk menyerahkan diri saya kepada sang Prabu Dewata Cengkar untuk
dimangsa,” jawab Aji Saka.
Para pengawal istana spontan terkejut mendengar jawaban Aji
Saka dan dengan perasaan sedikit tidak percaya. Tetapi Tanpa banyak tanya, para
pengawal itu pun mengizinkan Aji Saka masuk ke dalam istana dan bertemu dengan
Dewata cengkar.
Saat berada di dalam istana,pemandangan yang ia dapati adalah
Prabu Dewata Cengkar sedang murka, karena sudah berhari-hari Patih Jugul tidak
membawakan mangsa untuk Dia makan.
Tanpa rasa takut
sedikit pun,Aji Saka langsung menghadap kepada sang Prabu Dewata cengkar dan
menyerahkan dirinya untuk dimangsa.
“Ampun, Gusti Prabu! Hamba Aji Saka. Jika memang Baginda
berkenan, hamba siap menjadi santapan Baginda hari ini dan hamba sangatlah
Ikhlas jika prabu mau” kata Aji Saka dengan sedikit menunndukkan kepalanya.
Betapa senang bukan kepalang hati sang Prabu dikala mendapat tawaran makanan. Dengan perasaan
tidak sabar, ia segera memerintahkan Patih Jugul untuk menangkap dan
memotong-motong tubuh Aji Saka untuk dimasak dan dihidangkan untuknya. wahh
betapa lezat pikirnya memakan seseorang yang masih muda.
Ketika Patih Jugul
akan menangkap Aji saka, Aji Saka mundur
selangkah, lalu berkata:
“Ampun Ampun, Gusti! Sebelum ditangkap, Hamba mempunyai satu
permintaan saja. Hamba sangat memohon imbalan sebidang tanah seluas serban yang
hamba bawa ini Tuan” pinta Aji Saka sambil menunjukkan serban yang sedang
dikenakannya.
“Hanya itu sajakah permintaanmu, hai Anak Muda! Apakah kamu
tidak ingin meminta Tanah yang lebih luas lagi? Jika kamu mau saya bisa
memberikan 5x lipat dari luas tanah yang kamu inginkan ini” sang Prabu
menawarkan.
“Sudah cukup Gusti. Hamba hanya menginginkan seluas serban ini
saja saya sudah sangat senang menerimanya gusti bagi saya sudah lebih dari
cukup” jawab Aji Saka dengan tegas.
“Baiklah kalau begitu,ketahuilah bahwa itu permintaan yang
sangat gampang bagiku Anak Muda! Sebelum aku memakanmu, akan kupenuhi
permintaanmu terlebih dahulu” kata sang Prabu sambil tertawa.
Dengan tidak menunggu lama Aji Saka pun melepas serban yang
sedang melilit di kepalanya dan menyerahkannya kepada sang Prabu.
“Ampun, Gusti! Bukannya saya tidak mempercayai pengawal
kerajaan anda tetapi menurut Saya alangkah
baiknya untuk menghindari kecurangan, saya sangat memohon supaya Gusti sendiri saja
yang mengukurnya” ujar Aji Saka.
Prabu Dewata Cengkar pun setuju. Langsung saja
Perlahan-lahan ia melangkah mundur sambil mengulur serban milik Aji Saka itu. Tetapi
anehnya, setiap diulur oleh sang prabu, serban itu terus memanjang dan meluas
hingga meliputi seluruh wilayah Kerajaan Medang Kamulan.
Tetapi karena saking
senangnya Ia mendapatkan mangsa yang masih muda dan segar, hingga sang Prabu tak
menyadarinya dan terus mengulur serban itu sampai di pantai Laut Selatan.
Ketika ia masuk ke
tengah laut, Aji Saka segera menyentakkan serban miliknya itu, spontan saja
sang Prabu pun terjungkal dan seketika itu pula berubah menjadi seekor buaya
putih di tengah laut.
Mengetahui kabar menggembirakan
tersebut, seluruh rakyat Medang Kamulan kembali dari tempat pengungsian mereka
dengan perasaan tenang tanpa ada rasa khawatir sedikitpun karena Prabu Dewata
Cengkar sudah terjungkal ketengah laut.
Selang beberapa hari Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi
Raja Medang Kamulan menggantikan Prabu Dewata Cengkar dan memiliki gelar Prabu
Anom Aji Saka.
Ia memimpin Kerajaan Medang Kamulan dengan sangat arif dan
bijaksana, sehingga seluruh rakyatnya hidup tenang, aman, makmur, dan sentosa.
Pada suatu hari, ketika sedang duduk di istana Aji Saka
memanggil Dora untuk menghadap kepadanya.
“Dora! Pergilah kamu ke Pegunungan Kendeng untuk mengambil
kerisku. Katakan saja kepada Sembada bahwa aku yang menyuruhmu mengambil keris
itu,” titah Raja yang baru itu.
“Daulah,
Gusti!” jawab Dora seraya memohon diri meninggalkan Aji Saka untuk segera
melaksanakan tugasnya.
Setelah berhari-hari berjalan, sampailah Dora di Pegunungan
Gendeng. Ketika kedua sahabat tersebut bertemu, mereka saling rangkul untuk
melepas rasa rindu kepada sahabatnya tersebut yang memang sudah lama tak
bertatap muka.
Setelah itu, Dora pun
menyampaikan maksud kedatangannya kepada Sembada.
“Sembada, sahabatku! Taukah Engkau bahwa Kini Tuan Aji Saka telah
menjadi raja Negeri Medang Kamulan. Beliau mengutusku kemari untuk mengambil
keris pusakanya untuk dibawa ke istana” ungkap Dora.
“Tidak, sabahatku! Tuan Aji berpesan kepadaku bahwa keris
ini tidak boleh diberikan kepada siapa pun, kecuali beliau sendiri yang datang
mengambilnya,” kata Sembada dengan tegas.
Karena merasa mendapat tanggungjawab dari Aji Saka, Dora pun
harus mengambil keris itu dari tangan Sembada untuk dibawa ke istana dan
diberikan kepada Tuannya.
Kedua dua orang abdi bersahabat tersebut tidak ada yang mau
mengalah. Mereka bersikeras mempertahankan tanggungjawab masing-masing karena
tak mau dianggap berkhianat dari Aji Saka.
Mereka bertekad lebih baik mati daripada menghianati
perintah tuannya. Akhirnya, terjadilah pertarungan sengit antara kedua orang
bersahabat tersebut. Mereka sama kuat dan tangguhnya, sehingga mereka pun mati
bersama.
Sementara itu,di kerajaan Medang Kamulan Aji Saka sudah
mulai gelisah menunggu kedatangan Dora dari Pegunung Gendeng untuk membawa
kerisnya tersebut.
“Apa yang terjadi dengan Dora? Kenapa sampai saat ini dia
belum juga kembali?” gumam Aji Saka karena sangat khawatir pada abdinya.
Sudah dua hari Aji Saka menunggu, namun Dora tak kunjung
tiba. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyusul abdinya itu ke Pegunungan Gendeng
seorang diri. Betapa terkejutnya setelah ia tiba di sana.
Ia mendapati kedua abdi setianya telah tewas. Mereka tewas
karena ingin membuktikan kesetiaannya kepada tuan mereka. Betapa menyesalnya
Aji Saka waktu itu,namun apa mau dikata nasi sudah menjadi bubur dan kedua
abdinya telah tak bernyawa lagi.
Untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya tersebut, Aji Saka
menciptakan aksara Jawa atau dikenal dengan istilah dhentawyanjana,
yang mengisahkan pertarungan antara dua abdinya yang memiliki kesaktiaan yang
sama dan tewas bersama. Huruf-huruf tersebut juga dikenal dengan istilah carakan.
Adapun susunan hurufnya sebagai berikut:
Artinya:
Ha na ca ra ka : Ada utusan
Da ta sa wa la : Saling bertengkar
Pa dha ja ya nya : Sama saktinya
Ma ga ba tha nga : Mati bersama
Da ta sa wa la : Saling bertengkar
Pa dha ja ya nya : Sama saktinya
Ma ga ba tha nga : Mati bersama
* * *
Demikian
legenda Aji Saka: Asal Mula Huruf Jawa, dari daerah Jawa Tengah. Pesan
moral yang dapat dipetik dari legenda di atas adalah bahwa orang yang suka
menolong akan mendapat ganjaran yang setimpal, seperti Aji Saka. Ia telah
menyelamatkan rakyat Negeri Medang Kamulan dari keberingasan Prabu Dewata
Cengkar yang suka memangsa manusia itu. Berkat pertolongannya, rakya Negeri
Medang Kamulan pun menobatkannya menjadi raja untuk menggantikan Prabu Dewata Cengkar.
Dalam kehidupan orang Melayu, sifat suka menolong ini sangatlah dijunjung
tinggi. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
adat hidup
Melayu terpilih:
sesama makhluk berbagi kasih
menolong dengan muka yang jernih
menolong dengan hati yang bersih
pantang mencari silang selisih
taat serta tiada beralih
sesama makhluk berbagi kasih
menolong dengan muka yang jernih
menolong dengan hati yang bersih
pantang mencari silang selisih
taat serta tiada beralih
Langganan:
Postingan (Atom)